MPnews.Medan - Nilai dalam bahasa Indonesia adalah sebuah harga, kapasitas atau ukuran yang membedakan satu sama lainnya. Setiap orang juga memiliki penilain akan apa yang dilihatnya, baik itu bagus atau buruk, dan penilaian manusia juga berbeda antara satu dengan yang lain. Secara umum orang akan menilai sesuatu yang lebih baik adalah lebih berharga, berkapasitas dan memiliki nilai jual yang lebih. Setiap orang pasti ingin memiliki nilai yang lebih dari hidupnya, yang dimana nilai yang ingin dimiliki itu adalah nilai yang membuat orang merasa bahwa kita adalah orang yang penting dari yang lain. Contoh ketika ada suatu 2 gelas yang bentuk, warna dan bahannya sama, namun jika yang satu ditambah corak atau gambar, maka akan memberikan nilai yang lebih dari gelas yang satu. Jadi nilai yang lebih baik secara umum adalah nilai yang memiliki sesuatu yang lebih dari sebelumnya. Namun Tuhan tidak sama dengan cara manusia menilai, karena Tuhan memiliki penilaian yang berbeda. Jika kita baca ayat nats, maka kita dapat melihat cara Allah menilai dari pemberian yang diberikan oleh orang kaya dan seorang janda. Oleh sebab itu kita akan belajar dari ayat nats bagaimana cara Tuhan menilai kita?
1. Tuhan menilai bukan siapa kita, tetapi kita siapa(Markus 12:41-42.)
Dari ayat ini kita dapat melihat bagaimana situasi dan keadaan dalam ayat ini dijelaskan ada dua perbedaan status, dimana ada orang “kaya” dan orang “miskin” sedang memberikan persembahan. Namun ada yang menarik, dimana Yesus benar-benar terduduk untuk memperhatikan bagaimana orang-orang dalam memberikan persembahan. Ayat ini menunjukan bahwa Yesus bukan memperhatikan orang kaya atau orang miskin, karena bukan hanya seorang kaya saja yang memberikan persembahan pada waktu itu, namun banyak juga orang kaya yang lainnya, dan juga bukan hanya seorang janda miskin yang memberikan persembahan tersebut, namun ada banyak juga orang miskin lain yang memberikan persembahan pada waktu itu. Namun yang menjadi perhatian bagi Yesus adalah bukan status mereka, namun bagaimana cara mereka “memberi”. Artinya Yesus bukan memperhatikan status orang kaya atau orang miskin dalam memberikan persembahan. Artinya Yesus menekankan kepada kita dalam kehidupan rohani, dan dunia pelayanan, jangan pernah melihat status orang dalam pelayanan, termasuk dalam hal memberi. Tidak sedikit kita lihat banyak orang-orang didalam dunia pelayanan lebih menilai atau menghormati orang-orang yang memiliki status “lebih” daripada yang lain. Artinya perbedaan akan status mempengaruhi cara orang menilai dan menghormati satu dengan yang lain, sehingga mempegaruhi kesatuan tubuh Kristus yang sesungguhnya. Yesus bisa saja menilai orang “kaya” tersebut lebih banyak memberi, karena memang kelihatan orang “kaya” tersebut memang kenyataannya lebih banyak memberi, namun Yesus tidak menilai dari statusnya. Orang percaya seharusnya memiliki prinsip atau gaya hidup cara menilai seperti Yesus lakukan, yang dimana tanpa membedakan satu sama lain. Artinya memberilah dengan setulus hati dengan apa adanya kita, bukan karena kita lebih kaya daripada yang lain. Ada banyak orang ketika memberi merasa dirinya lebih penting daripada yang lain, karena merasa bahwa dirinya memberi lebih banyak daripada orang lain, sehingga mempengaruhi cara menilai yang berdampak membedakan antara satu dengan yang lain. Oleh sebab itu pastikan kita memiliki kerendahan hati seperti Yesus miliki sehingga mempengaruhi cara kita.
2. Tuhan menilai memberi bukan karena keadaan, tetapi karena kesadaran(Markus 12:44).
Jika kita renungkan sebenarnya janda “miskin” yang memberi persembahan tersebut bukan hanya dengan memberi dikarenakan dia punya 2 peser, tetapi juga dia memberi dengan kesadaran, tulus dan walaupun tidak sesuai dengan keadaannya. Artinya janda “miskin” tersebut memberi dengan keadaan sadar sekalipun keadaannya berkekurangan, bahkan mungkin tidak memiliki apa-apalagi jika memberikan uangnya. Ini yang Tuhan nilai dari cara bagaimana kita memberi daripada apa yang kita miliki. Jadi sebenarnya janda miskin tersebut memberi bukan karena dia miskin, tetapi karena dia sadar bahwa apa yang dia miliki memang pantas dia berikan untuk diberikan persembahan. Janda tersebut sadar bahwa dia orang yang sulit dalam hal ekonomi, sehingga bisa saja dia tidak memberikan persembahan. Tapi janda tersebut sadar ketika dia memiliki cara berpikir seperti itu, maka dia terikat dengan keadaan “miskin” tersebut. Jadi janda tersebut menyadari bahwa dia tidak mau terikat dengan keadaan “miskin” tersebut, sehingga dia memberikan segala yang ada padannya. Janda miskin tersebut tidak takut dia kekurangan, kelaparan dan bahkan mungkin menghadapi kematian. Artinya Tuhan menghendaki ketika kita memberi, melayani jangan pernah kita memikirkan hal-hal yang membuat kita rugi, kawatir, ketakutan akan masa depan kita. Jadi banyak orang memberi, melayani tidak dengan kesadaran akan dirinya, tetapi karena dengan keadaan.
3. Tuhan menilai bukan dengan berhitung-hitungan(Markus 12:44).
Ayat ini jelas mengatakan bahwa ada perbedaan cara memberi orang kaya dan janda miskin tersebut, dimana orang kaya memberi dengan kelimpahan, tetapi janda miskin tersebut memberi bukan karena kekurangan, atau pas-pasan, tetapi memberi dengan “seluruh nafkah” nya pada hari itu. Artinya janda miskin ini tidak “hitung-hitungan” dalam hal memberi. janda miskin tersebut tidak kawatir jika nanti dia kelaparan, kekurangan. Artinya dia juga tidak takut akan masa depannya jika dia memberikan segala yang ada padanya. Bukan berarti kita memberikan segala yang ada pada kita untuk kita persembahkan, tetapi esensi dari cara janda miskin ini dalam memberi yang membuat perbedaan antara yang lain, dan dia tahu apa yang dilakukannya adalah yang terbaik. Artinya Tuhan juga menilai bagaimana cara hidup kita dalam melakukan sesuatu dalam hidup kita, dalam pelayan, termasuk dalam memberi. artinya juga bahwa Tuhan menghendaki kita untuk kita tidak “hitung-hitungan” dalam melakukan. Jangan pernah takut dan kawatir ketika Tuhan menggerakan hati dan pikiran kita untuk melakukan sesuatu bagi kemuliaanNya. Mari kita renungkan seberapa seringkah kita terlalu banyak hitung-hitungan dalam pelayanan, ibadah, pekerjaan, bahkan dalam hal memberi. konsep hitung-hitungan ini membuat kita tidak benar-benar melakukan sesuatu dengan tulus hati. Oleh sebab itu pastikan apa yang kita lakukan dan hidupi didalam Tuhan bukan karena untung atau rugi.
Kesimpulan: Jadi Tuhan juga menilai bagaimana respon kita dalam menyikapi apa yang Tuhan percayakan dalam hidup kita. Oleh sebab itu sadari siapa kita dan jangan pernah lupa bahwa Tuhan menyertai kita dalam segala hal. Pastikan ketika kita melakukan sesuatu dengan kesadaran akan adanya Tuhan dalam hidup kita. Sehingga ketika kita menyadari bahwa hadirnya Tuhan dalam hidup kita, maka secara otomatis kita tidak akan hitung-hitungan dalam melakukan sesuatu untuk kemuliaanNya, termasuk dalam hal memberi. Amin
Ev. Ariston Napitupulu