Selamat Datang di MediaPendampingNews.Com ➤ Cepat - Akurat - Terpercaya ➤ Semua Wartawan MediaPendampingNews.Com dilengkapi dengan ID Card Wartawan.


Tidak Ada Perkembangan! Legiman Minta Ditreskrimsus Polda Sumut Terbitkan SP2HP atas Dugaan Pemalsuan Identitas Sihar Pangihutan

Editor: MediaPendampingNews.com author photo

 


MPnews Medan - Legiman Pranata membuat "Pengaduan Masyarakat" (Dumas) kepada Polda Sumatera Utara terkait adanya dugaan pemalsuan data kependudukan seorang tokoh nasional, Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus, Anggota DPR RI aktif, pada 25 November 2024 tahun lalu. Pengaduan tersebut berawal dari dugaan bahwa Sihar memiliki dua identitas kependudukan dengan NIK, tempat, dan tanggal lahir berbeda, yang kemudian dipergunakan dalam proses hukum terkait sengketa lahan.


Pengaduan tersebut telah dilakukan penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Sumut, dan Legiman telah dimintai keterangan pada 10 Februari 2025, namun hingga saat ini belum ada kejelasan atau tindak lanjut hukum yang transparan. Oleh karena itu, Legiman meminta agar laporannya ditindaklanjuti dengan serius demi penegakan hukum dan keadilan administratif.


Berdasarkan UU No.24 tahun 2013 tentang Perubahan atas UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk), tindakan memiliki lebih dari satu NIK dan memberikan keterangan palsu adalah tindak pidana. Dalam Pasal 94 UU Adminduk: _“Setiap penduduk yang dengan sengaja memberikan data pribadi yang tidak benar atau palsu kepada Instansi Pelaksana dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp25 juta.”_ 


Sementara, Pasal 96A UU Adminduk: _“Setiap orang yang dengan sengaja memiliki lebih dari satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.”_ 


Bukti-bukti yang telah diserahkan Legiman, termasuk dua KTP dengan data berbeda serta dokumen legal dengan dua nama yang digunakan, dapat dijadikan dasar awal untuk menduga adanya pelanggaran terhadap pasal tersebut.


Dalam sistem hukum Indonesia, aparat penegak hukum—termasuk Kepolisian—wajib menjamin proses hukum yang adil, transparan, dan tidak diskriminatif. Hal ini merujuk pada Pasal 13 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: _“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”_ 


Jika laporan yang telah didukung bukti awal yang memadai tidak ditindaklanjuti secara maksimal, maka hal tersebut berpotensi melanggar prinsip efektivitas hukum dan asas _equality before the law._ 


Selanjutnya, apabila proses hukum atas Dumas tidak menunjukkan perkembangan, Legiman (Pelapor) dapat mengajukan Surat Permohonan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/Penyidikan) sesuai Perkap No. 6 Tahun 2019. Kemudian, dapat melapor ke Propam jika ditemukan dugaan penyalahgunaan wewenang atau pembiaran oleh oknum kepolisian dan mengajukan pengaduan ke Kompolnas atau Ombudsman RI sebagai bentuk kontrol masyarakat atas kinerja institusi penegak hukum.


Dugaan pemalsuan identitas yang dilaporkan oleh Legiman Pranata memiliki landasan hukum yang kuat untuk ditindaklanjuti berdasarkan UU Adminduk. Dalam hal terdapat dua NIK dan dua identitas hukum berbeda yang digunakan dalam sengketa pertanahan, maka terdapat indikasi pelanggaran pidana administratif dan potensi tindak pidana umum lainnya seperti fraud dan penyalahgunaan dokumen.


Kepolisian berkewajiban menuntaskan laporan tersebut secara transparan, profesional, dan akuntabel, sesuai asas _due process of law._ Sementara itu, Legiman sebagai pelapor memiliki hak-hak hukum untuk menuntut kejelasan proses hukum dan dapat menempuh jalur pengawasan eksternal jika ditemukan kelambanan atau indikasi pembiaran.


Dalam hal ini, Polda Sumut segera menerbitkan SP2HP lanjutan resmi kepada Legiman untuk memberikan kejelasan status laporan. Legiman disarankan mengirimkan permohonan klarifikasi tertulis ke Kapolda Sumut dan tembusan ke Kompolnas/Ombudsman RI untuk memastikan pengawasan eksternal berjalan.


Jika alat bukti dianggap cukup, penyidik harus meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan, untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak pelapor dan kepastian hukum. Dalam hal ini juga membutuhkan dukungan media dan masyarakat sipil untuk terus mengawasi kasus ini sebagai bentuk partisipasi publik dalam pengawasan penegakan hukum.


 MP RD

Share:
Komentar

Berita Terkini